- Get link
- X
- Other Apps
KISAH PENCARIAN TUHAN OLEH NABI
IBRAHIM AS.
Pada masa Ibrahim, kebanyakan rakyat
di Mesopotamia beragama politeisme dan menganut paganism. Dewa bulan atau sin
termasuk salah satu berhala paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi
objek utama penyembahan. Maka dari itu astronomi merupakan bidang yang sangat
penting dalam hal ini.
Suatu kecil,
Ibrahim sering kali melihat ayahnya membuat patung-patung. Oleh karena itu,
Ibrahim berusaha mencari kebenaran agama yang dianut oleh keluarganya tersebut.
Dalam Al-Kitab
(Kitab Kejadian) diceritakan mengenai upaya Ibrahim dalam mencari kebenaran. Pada
waktu malam yang gelap, ia melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia
bertanya “inikah Tuhanku?”.
Kemudian,
apabila bintang itu terbenam, ia berkata “aku tidak suka sesuatu yang terbenam dan
hilang”.
Lantas jika
dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), ia bertya lagi “inikah Tuhanku
?”.
Maka setelah bulan itu terbenam,
berkatalah ia “sesungguhnya jika aku tidak diberikan petunjuuk oleh tuhanku,
nniscaya jadilah aku termasuk golongan yang sesat.” Begitupun seterusnya.
Sementara itu, saat melihat matahari
segdang terbit dan memancarkan sinarnya, ia berucap “apakah ini tuhanku? Sebab,
ini lebih besar.”
Setelah matahari terbenam, ia berkata
“wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari sesuatu yang kalian
sekutukan.”
Inilah daya logika yang dianugrahkan
kepada Ibrahim, dalam menolak agama penyemabhan langit yang dipercaya oleh
kaumnya dan akhirnya, ia pun menemukan Tuhan yang sebenarnya.
Selain Al-Kitab, proses Ibrahim dalam
mencari tuhan juga diterangkan di dalam Al-Qur’an. Allah SWT, menerangkan kisah
pencarian tuhan Oleh Nabi Ibrahim dalam firmannya berikut :
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى
كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ
هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ
الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ
هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا
تُشْرِكُونَ
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya : “Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam
dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”
“Kemudian tatkala dia melihat bulan
terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia
berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah
aku termasuk orang yang sesat”
“Kemudian tatkala ia melihat matahari
terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala
matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri
dari apa yang kamu persekutukan”
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku
kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama
yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”
(Q.S Al-An’am 76-79).
Demikianlah kisah Nabi Ibrahim As.
dalam mencari tuhan yang diterangkan dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an,
pembicaraan tentang pencarian Tuhan hanya difirmankan dalam kisah Nabi Ibrahim
As.
Dalam upaya pencarian tuhan, ternyata
Ibrahim gagal mencari tuhannya. Ia gagal mencapai tuhannya. Ia tidak bisa
meraih tuhannya dengan indranya; matanya, telinganya, dan tangannya. Bahkan dengan
pikirannyapun ia mencoba membayangkan wujud tuhan, Ibrahim tetap gagal.
Rupanya memang Allah SWT al-Ghoib,
yang bisa juga dibilang bersifat misterius, sehingga Ibrahim gagal mencapainya
dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Tetapi untuk mengatakan bahwa Dia tidak
ada, justru pengalaman Ibrahim selama ini mengarahkan kepada kesimpuan bahwa pasti
ada sesuatu yang mengendalikan alam, sehingga tuhan (Allah SWT) tentu ada. Tetapi
yang mana ?
Akhirnya Nabi Ibrahim As. bersikap
sebagaimana teruangkap dalam firman Allah SWT berikut :
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya : “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb
yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan
aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (Q.S Al-An’am 79).
Nabi Ibrahim
As. yang sudah berketetapan Hati untuk memerangi syirik dan persembahan berhala,
ingin lebih dahulu mempertebal iman dan keyakinannya, menentramkan hatinya,
serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mengganggu
pikirannya. Ia juga memohon kepada Allah SWT agar diperlihatkan kepadanya
mengenai cara-Nya menghidupkan Kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah
Ibrahim kepada Allah SWT “Ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku, bagaimana engkau
menghidupkan makhluk makhluk yang sudah mati ?”.
Allah SWT
menjawab seruannya dengan berfirman “Tidaklah engkau beriman dan percaya kepada
kekuasaanku?”.
Nabi Ibrhami
As. menjawab “Benar wahai Tuhanku, aku telah beriman dan telah percaya kepada-Mu
dan kekuasaan-Mu. Namun, aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepalaku
sendiri, agar aku mendapat ketentraman dan ketenangan hati. Selain itu, supaya
keyakinanku kepada-Mu dan kekuasaan-Mu semakin tebal.”
Allah SWT,
mengbulkan permohonan Nabi Ibharim As. lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung. Setelah memperhatikan dan meneliti dan bagian tubuh burung-burung
itu, ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur baurkan, dan meletakkannya
diatas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu sama
lainnya.
Setelah mengerjakan
seseuatu yang disyaratkan Allah SWT itu, Ibrahim diminta memanggil
burung-burung yang terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh satu sama lain. Dengan
izin Allah SWT dan kuasa-Nya, datanglah empat burung itu dalam keadaan utuh dan
bernyawa seperti sediakala.
Keempat burung
itu terbang dan mendekati Ibrahim. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri
bahwa Allah SWT memang maha kuasa, dan dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya
yang sudah mati. Dengan demikian, tercapailah keinginan Ibrahim untuk
menentramkan hatinya serta menghilnagkan kemungkinan adanya keraguan dalam iman
dan keyakinannya. Sungguh, tidak ada sesuatupun dilangit atau bumi yang dapat
menghalangi kekusaan-Nya dan kehendak-Nya. Ketika kata (Kun) difirmankan
oleh-Nya, maka terjadilah sesuatu yang dikehendaki-Nya (fayakun).
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment